Rabu, 09 November 2011

Burung Gelatik Ternyata Bisa Berduet

Gelatik Ekor Polos (Pheugopedius euophrys)
NEW YORK, KOMPAS.com - Burung gelatik berekor polos yang hidup di Andes di pantai barat Amerika Selatan menunjukkan kemampuan yang tak dimiliki burung lain. Mereka bisa "bernyanyi" duet.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa sepasang gelatik jantan dan betina bisa bekerja sama menghasilkan nada dengan durasi 3-4 per detik. Suara itu terdengar seperti nyanyian. Tiap individu berusaha menanggapi apa yang dilakukan pasangannya, menyesuaikan waktu dan nada sehingga menghasilkan melodi apik.
Eric Fortune, pakar ilmu syaraf dari John Hopkins University yang melakukan penelitian itu, mengatakan bahwa ritme duet antara dua gelatik menyerupai tarian manusia. Dalam publikasinya di jurnal Science, ia mengatakan bahwa berdasarkan hasil pindai otak, gelatik terus belajar layaknya manusia belajar koreografi. Gelatik bisa mengingat keseluruhan "lagu" yang dinyanyikan, bukan hanya bagian-bagian "lagu" itu.
Dalam dunia gelatik, betina selalu memimpin dalam bernyanyi. Betina menyanyikan melodi-melodi dasar yang kemudian dilengkapi dengan melodi yang lebih variatif oleh burung jantan.
Peneliti menilai bahwa betina memanfaatkan nyanyian untuk memilih pasangan yang tepat dalam bereproduksi. Ketika betina sedang sendirian, maka ia akan menyanyikan penuh semua bagian "lagu" dengan keras.
Tapi tak demikian dengan jantan. Mereka membuat lebih banyak kesalahan ketika berduet dan dalam "berlatih". Burung-burung jantan ini pun lebih malu-malu.

Ahli Burung dan Sosiolog Raih Habibie Award 2011

TEMPO/Imam Sukamto

Berita terkait


<a href='http://openx2.tempointeraktif.com/www/delivery/ck.php?n=a6f00733&cb=' target='_blank'><img src='http://openx2.tempointeraktif.com/www/delivery/avw.php?zoneid=400&cb=&n=a6f00733' border='0' alt='' /></a>
TEMPO Interaktif, Jakarta - Anugerah Habibie Award 2011diberikan kepada dua ilmuwan senior Indonesia, Soekarja Somadikarta dan Sajogyo. Masing-masing ilmuwan ini bergelut di bidang ornitologi dan sosiologi.

Menurut Yayasan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selaku panitia penjurian Habibie Award, anugerah tahun ini diberikan karena kedua ilmuwan memenuhi beberapa kriteria mencakup inovasi, manfaat bagi masyarakat, promosi keilmuan, prestasi, dan konsistensi. Dari 19 orang yang diusulkan sebagai peraih penghargaan, hanya dua orang yang dinilai memenuhi keseluruhan kriteria. Kebetulan, kedua ilmuwan ini sudah memasuki masa sepuh.

"Seleksi pemenang dilakukan ketat oleh 21 juri yang berpredikat guru besar," ujar Ketua Yayasan SDM-Iptek Wardiman Djojonegoro saat jumpa pers di Gedung Habibie Center, Jakarta, Selasa, 8 November 2011.

Soekarja Somadikarta, kelahiran Bandung 21 April 1930, merupakan guru besar biologi di Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Ia memperoleh gelar doktor dari Freie University Berlin, Jerman. Selama hampir setengah abad, ia mengabdikan diri untuk mempelajari dan memperkenalkan ilmu burung (ornitologi) di Indonesia. Berbagai karya ilmiahnya terbit di berbagai jurnal internasional.

Kegiatan penelitian juga ia lakukan di luar negeri. Beberapa institusi prestisius seperti Harvard University, The British Natural History Museum, Nationaal Natuurhistorisch Museum Leiden, dan Museum National d'Histoire Naturelle Paris, pernah mengundangnya sebagai peneliti tamu.

Pengabdiannya terhadap ilmu burung juga membuat dia memperoleh berbagai pengakuan internasional. Soekarja saat ini menjadi anggota kehormatan di The British Ornithologist Union dan pernah menjadi Presiden Kehormatan pada kongres internasional lembaga ini.

Peraih anugerah berikutnya, Sajogyo, merupakan ahli sosiologi yang mengkhususkan diri pada ekonomi pertanian. Pria kelahiran Karanganyar, 21 Mei 1926 ini merupakan pencetus Garis Kemiskinan Sajogyo.     

Meski gelar sarjana diraihnya dari Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, Sajogyo aktif di bidang sosiologi. Doktor dari UI ini punya posisi unik dalam  dunia sosiologi, karena giat mempelajari sosiologi pertanian pedesaan. Ia mampu mendobrak perdebatan mengenai definisi kemiskinan dengan menawarkan definisi yang diterima luas.

Kelompok miskin menurut dia adalah rumah tangga yang mengkonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kilogram beras setiap tahun per kepala di pedesaan atau 369 kilogram setiap tahun per kepala di perkotaan. Dari sini, sosiologi mengenal istilah Garis Kemiskinan Sajogyo.

Sajogyo juga bergabung sebagai akademisi yang mengkritik program revolusi hijau yang merugikan petani gurem. Melalui naskah berjudul "Modernization Without Development in Rural Java" yang ditampilkan di seminar Food and Agriculture Organization (FAO) di Bangkok pada tahun 1973, ia menyinggung ketimpangan penguasaan tanah oleh petani kakap yang menyebabkan petani miskin kekurangan lahan.

Kritik atas modernisasi yang tidak memakmurkan ini, dia meminta pemerintah menyediakan program khusus yang memberikan kesempatan lebih besar kepada petani gurem. Sajogyo kemudian dikenal sebagai orang yang mengembangkan sosiologi masyarakat terpinggirkan.

Habibie Award rencananya akan diserahkan pada tanggal 10 November 2011 di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. Menurut rencana, acara ini juga akan diisi oleh orasi ilmiah oleh Frans Magnis Suseno, peraih anugerah khusus Habibie Award tahun sebelumnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews