Rabu, 09 November 2011

Tak Ditemukan Hewan Berpenyakit

SOREANG,(GM)-
Hasil pemantauan dan pemeriksaan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kab. Bandung terhadap hewan kurban yang dijual di wilayah Kab. Bandung selama seminggu, petugas tidak menemukan hewan yang berpenyakit atau tidak memenuhi syarat untuk kurban. Langkah selanjutnya, petugas akan memeriksa hewan yang dipotong untuk mengetahui apakah layak dimakan atau tidak.

Kabid Kesehatan Hewan Disnakan Kab. Bandung, drh. Euis Rohayani, Jumat (4/11), menuturkan, pemeriksaan hewan yang dijual kepada masyarakat untuk kurban dilakukan petugas Disnakan yang dibagi dalam 8 tim. Selaian memeriksa kesehatan hewan tersebut, petugas juga memeriksa apakah hewan tersebut sudah cukup umur untuk kurban atau tidak.

Menurut Euis, pihaknya juga memantau arus lalu lintas hewan dari daerah lain yang masuk ke Kab. Bandung. Sebab, bisa saja hewan yang terjangkit penyakit tersebut berasal dari luar Kab. Bandung.

"Kita terus pantau lalu lintas hewan juga. Hewan kurban yang berasal dari daerah lain harus sehat dan layak umur untuk kurban. Hal ini harus dipertegas dengan adanya surat keterangan dari Dinas Peternakan setempat," katanya.

Lebih lanjut Euis menuturkan, pihaknya juga pada Hari Raya Iduladha akan melakukan pemeriksaan hewan yang sudah dipotong. Sebab, bisa saja hewan itu berpenyakit seperti adanya cacing di hati hewan atau lainnya. "Kalau organ hewan itu mengandung penyakit, jelas tidak boleh dimakan karena berbahaya," katanya sambil menambahkan, untuk pemeriksaan hewan yang dipotong, pihaknya juga akan menurunkan 8 tim.

Koordinator tim pemeriksa dari Disnakan Kab. Bandung, drh. Suranto kepada "GM" di sela-sela pemeriksaan di daerah Soreang menuturkan, pemeriksaan hewan kurban ini cukup dengan melihat kondisi fisiknya. Pemeriksaan tersebut dengan melihat lubang alami seperti mata, hidung, dubur maupun mulut hewan tersebut. Karena kalau hewan itu mengandung penyakit, misalnya penyakit antraks, saat dicek dari lubang duburnya akan keluar darah. "Hewan berpenyakit akan terlihat lesu," jelasnya.

Menurut Suranto, bila ada hewan yang ketahuan tidak sehat, maka pihaknya akan meminta pedagang hewan mengembalikannya ke peternakan. "Makanya hewan yang kita periksa langsung diberi tanda layak atau tidak," tandasnya. (B.97)**
Setiap Hari 400 Ton Kotoran Hewan Cemari Citarum
| Heru Margianto | Rabu, 9 November 2011 | 15:01 WIB
Dibaca: 2241
|
Share:
Kompas/Agus Susanto Warga menjaring ikan di pertemuan lumpur yang mengalir di Sungai Citarum yang membelah Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, April 2011 lalu.
SOREANG, KOMPAS.com — Setiap harinya, 400 ton limbah kotoran hewan ternak mencemari Sungai Citarum di Jawa Barat. Selain itu, sebanyak 250.000 kubik sampah rumah tangga pun ikut mengotorinya.
Dengan begitu, wajar apabila pada tahun 2007 sebuah lembaga riset independen internasional menetapkan Sungai Citarum sebagai sungai terkotor didunia. Sebab, sungai yang seharusnya dijaga dengan baik malah disalahgunakan.
Demikian disampaikan oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, Hasanudin, saat memberikan sambutan pada Pencanangan Penggalian Pertama Pekerjaan Rehabilitasi Pengendalian Banjir Citarum di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/11/2011).
"Selain itu, di sepanjang pinggir Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum banyak alih fungsi lahan. Lahan kritis yang dilintasi DAS Citarum mencapai 46.000 hektar. Berbagai upaya yang telah kita lakukan sama sekali belum bisa dapat mengatasi banjir," ujarnya.
Dijelaskannya, limbah ternak itu berasal dari sentra peternakan hewan yang ada di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Sebab, pada umumnya para peternak itu menjadikan Citarum sebagai tempat membuang sampah dan limbah.
Akumulasi permasalahan yang menyebabkan banjir, di antaranya, penggundulan kawasan hulu, penurunan air muka tanah akibat penggunaan berlebih, sedimentasi, dan buangan sampah ke sungai. Selain itu, posisi geografis kawasan Bandung yang berada di daerah cekungan menyebabkan daerah ini mempunyai potensi tergenang air yang cukup tinggi.
Ia berharap upaya pengerukan terhadap Sungai Citarum ini menjadi proses rehabilitasi upaya pengendalian banjir yang sering kali menimpa warga di tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung, seperti Kecamatan Rancaekek, Solokan jeruk, Majalaya, Ciparay, Bojongsoang, Baleendah, dan Banjaran.
Sementara itu, Bupati Bandung Dadang Naser mengatakan, keberadaan Citarum sangatlah penting. Terlebih sungai terbesar di Jawa Barat melewati beberapa kabupaten atau kota, mulai dari Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, hingga Kabupaten Bekasi.
"Untuk mengatasi hal ini, kami Pemkab Bandung akan melakukan beberapa strategi, di antaranya gerakan vegetatif (penanaman) kawasan hulu sungai hingga hilir. Penyadaran atau rekayasa sosial agar masyarakat mencintai Citarum dan melakukan penyodetan atau pengerukan," ujarnya.
Menurutnya, ditetapkannya Citarum sebagai sungai terkotor di dunia harus menjadi motivasi bagi semua komponen masyarakat agar terlibat dalam memperbaiki Citarum. Diceritakannya, sewaktu dirinya kecil masih bisa menikmati berenang di Citarum dan memancing ikan.
"Tapi, sekarang ikan yang ada di Citarum hanyalah ikan sapu-sapu saja. Butuh komitmen semua pihak, bukan secara sendiri-sendiri dalam membenahinya," ujar politisi Partai Golkar ini.
Sumber :
ANT


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews